Pasien Kedua yang Menerima Transplantasi Jantung Babi Meninggal Dunia
Pasien kedua di dunia yang menerima transplantasi jantung babi baru-baru ini telah meninggal dunia. Dalam kasus ini, sistem kekebalan tubuh pasien, Lawrence Faucette, menolak jantung babi tersebut.
"Kami berduka atas kehilangan Mr. Faucette, seorang pasien yang juga seorang ilmuwan, veteran Angkatan Laut, dan seorang pria keluarga yang luar biasa, yang hanya ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama istri, putra, dan keluarganya yang tercinta," kata Dr. Bartley P. Griffith, ahli bedah yang melakukan transplantasi.
Lawrence Faucette, seorang pria berusia 58 tahun, menderita gagal jantung stadium akhir pada tanggal 14 September 2023. Saat jantungnya hampir berhenti berdetak sebelum operasi di Pusat Medis Universitas Maryland, dokter mencoba menyelamatkannya dengan transplantasi organ. Namun, semua program transplantasi jantung manusia menolak Lawrence karena kondisinya yang sangat parah, sehingga dokter memutuskan untuk menggunakan jantung babi.
Setahun sebelumnya, pasien pertama yang menerima transplantasi organ babi bernama David Bennett berhasil bertahan selama dua bulan sebelum akhirnya meninggal dunia. Bennett mengalami berbagai komplikasi, dan virus porcine cytomegalovirus yang ada pada jantung babi tersebut ditemukan di dalam jantungnya.
Mengambil pelajaran dari kasus Bennett, rumah sakit melakukan evaluasi virus tersebut dan menguji antibodi menggunakan tes baru sebelum melakukan transplantasi jantung babi yang kedua. Meskipun jantung babi yang ditanam pada Lawrence berfungsi dengan baik selama sebulan, akhirnya ia mengalami penolakan dari sistem kekebalan tubuh dan meninggal.
Sebelum meninggal, Lawrence berharap bahwa pengalaman pribadinya dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi perkembangan Xenotransplantasi, sehingga lebih banyak orang dapat memiliki kesempatan untuk mendapatkan jantung baru ketika organ manusia tidak tersedia.
Ahli bedah transplantasi di Amerika terus berupaya mengembangkan bidang xenotransplantasi sebagai respons terhadap kekurangan pasokan organ manusia yang menyebabkan pasien dengan penyakit organ stadium akhir seringkali harus menunggu terlalu lama.
Artikel ini ditulis oleh Khalisha Fitri, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
Tinggalkan komentar
Alamat email kamu tidak akan ditampilkan
Komentar (0)