Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mencegah warga Indonesia dari penyebaran hoaks di media sosial, termasuk Facebook, adalah melalui program literasi digital. Menurut Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, sudah ada sekitar 22 juta warga yang mengikuti program literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian tersebut.

Sebuah studi yang dilakukan oleh peneliti di Princeton dan New York University menemukan bahwa penyebaran hoaks melalui unggahan Facebook tidak terkait dengan latar belakang pendidikan, jenis kelamin, atau pandangan politik. Faktor usia, justru menjadi faktor utama penyebaran hoaks.

Studi ini melibatkan 3.500 responden pengguna Facebook di Amerika Serikat pada tahun 2019 dan menemukan bahwa 11 persen pengguna berusia 65 tahun ke atas berbagi hoaks, sementara hanya 3 persen dari pengguna berusia 18-29 tahun menyebarkan informasi palsu.

Pengguna Facebook yang lebih tua cenderung berbagi hoaks lebih banyak dari kelompok usia 45-65 tahun, dan perbedaannya bisa mencapai tujuh kali lipat dibandingkan dengan kelompok usia termuda 18-29 tahun.

Budi Arie Setiadi juga mengimbau masyarakat untuk memiliki etika dalam bermedia sosial, sehingga mereka dapat mencerminkan sikap santun yang merupakan ciri masyarakat Indonesia. Menurutnya, riset Microsoft beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa Indonesia masuk dalam kategori negara yang kurang sopan dalam bermedia sosial.

Menurutnya, warganet di Indonesia seringkali memiliki akun media sosial dengan identitas yang berbeda dari aslinya, yang mengakibatkan komentar dan sikap yang serampangan. Budi berpendapat bahwa digitalisasi telah membentuk budaya digital, dan sikap positif dan santun dari masyarakat Indonesia harus tercermin di dunia maya.

Selain literasi digital, Budi juga menekankan perlunya penguatan infrastruktur digital sebagai modal untuk bersaing dengan negara lain.