Dampak Buruk Kombinasi Fenomena El Nino dan IOD di Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan tentang dampak serius yang diakibatkan oleh kombinasi fenomena pengeringan hujan, El Nino, dan Indian Ocean Dipole (IOD) di Indonesia. Sejak awal tahun ini, BMKG telah memprediksi bahwa kedua fenomena ini akan terjadi secara bersamaan dan akan memicu musim kemarau yang parah.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengungkapkan bahwa hingga Oktober dasarian (10 hari) II, El Nino masih berada pada tingkat moderat (+1,719) dan IOD tetap positif (+2,014).
"BMKG dan beberapa Pusat Iklim Dunia memprediksi El-Nino akan tetap berada pada level moderat hingga Desember 2023–Januari–Februari 2024. Sementara IOD Positif akan tetap bertahan hingga akhir tahun 2023," katanya dalam pertemuan dengan Dewan Ketahanan Nasional.
Dwikorita menjelaskan bahwa kombinasi El Nino dan IOD ini memiliki dampak besar pada sektor-sektor kunci di Indonesia, termasuk pertanian, sumber daya air, kehutanan, perdagangan, energi, dan kesehatan.
Secara khusus, dampaknya adalah sebagai berikut:
- Sektor pertanian terancam dengan penurunan produksi tanaman pangan karena gangguan dalam siklus masa tanam, gagal panen, dan ketahanan jenis tanaman yang rendah.
- Sektor sumber daya air menghadapi penurunan pasokan air.
- Sektor perdagangan menghadapi lonjakan harga bahan pangan.
- Sektor kehutanan terancam oleh kebakaran hutan dan lahan.
- Sektor energi mengalami penurunan produksi energi dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) karena pasokan air berkurang.
- Sektor kesehatan menghadapi masalah pasokan air minum dan sanitasi yang terganggu.
Dwikorita juga menekankan bahwa daerah yang terkena dampak kebakaran hutan dan lahan dapat mengalami polusi udara dan peningkatan risiko Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA).
Secara geografis, sebagian besar wilayah Indonesia telah mengalami curah hujan yang sangat rendah pada Juli, Agustus, September, dan Oktober 2023. Wilayah yang terpengaruh mencakup sebagian besar pulau besar seperti Sumatra, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
BMKG telah merancang berbagai strategi untuk menghadapi situasi ini, termasuk manajemen air yang lebih efisien, penyuluhan kepada petani, pengelolaan hutan dan lahan yang lebih baik, rehabilitasi ekosistem, persiapan logistik, dan kampanye kesadaran masyarakat tentang konservasi air dan pengurangan risiko bencana.
Tinggalkan komentar
Alamat email kamu tidak akan ditampilkan
Komentar (0)