Tantangan Jet Tempur Rusia dan China terhadap Amerika Serikat di Udara
Jet tempur Rusia dan China baru-baru ini terlihat semakin berani dalam menghadapi armada udara Amerika Serikat di berbagai titik rawan di seluruh dunia. Hubungan ketegangan antara AS dan kedua negara tersebut tengah mencapai puncaknya.
Beberapa insiden berbahaya telah menarik perhatian pejabat Amerika Serikat sepanjang tahun ini. Pada bulan Maret, misalnya, Komando AS di Eropa melaporkan bahwa jet Rusia mengganggu drone MQ-9 AS di Laut Hitam, menyebabkan tabrakan dengan drone tersebut dan mengakibatkan operator menjatuhkannya ke laut.
Pada bulan Juli, Komando Pusat AS mencatat beberapa insiden "perilaku tak aman dan tidak profesional" oleh jet Rusia di sekitar drone dan pesawat berawak AS di Suriah. Pertengahan Oktober, Pentagon merilis foto dan video yang menunjukkan pencegatan yang dianggap "memaksa dan berisiko" pesawat AS oleh jet China.
Jenderal Mark Kelly, Kepala Komando Tempur Udara, mengungkapkan bahwa sifat dan frekuensi interaksi semacam itu adalah perkembangan baru. Ia menyatakan, "Lima tahun yang lalu, pesawat tempur AS jarang berinteraksi secara rutin dengan pesawat tempur China. Tidak ada pesawat tempur AS yang mendekati pesawat tempur Rusia setiap minggu, atau bahkan setiap hari di Suriah."
Sejumlah faktor diidentifikasi sebagai penyebab perubahan ini, termasuk keinginan Rusia dan China untuk melatih kemampuan mereka melawan pesawat AS. Interaksi semacam itu terjadi dalam konteks serangan Rusia terhadap Ukraina dan persaingan geopolitik yang melibatkan AS dan China.
Meskipun AS masih memiliki keunggulan dalam teknologi pesawat terbang dan pengalaman pilot, keunggulan ini semakin menyusut. Pesawat dan senjata yang mendukung superioritas udara AS, seperti F-22 dan rudal udara ke udara AIM-120, juga semakin menua, dan Rusia serta China telah memperhatikannya.
Rusia dan China telah banyak menginvestasikan sumber daya pada angkatan udara mereka selama beberapa dekade. Bahkan, saat ini Angkatan Udara dan Angkatan Laut China memiliki armada penerbangan terbesar ketiga di dunia, dengan lebih dari 1.900 jet tempur. Kedua negara ini tampaknya ingin menguji kemampuan pesawat dan pilot mereka dalam menghadapi pesawat AS.
Jenderal Kelly menjelaskan, "Mereka ingin tahu sejauh mana mereka bisa mendeteksi platform seperti F-22, F-35, F-15E, dan F-16, dan sejauh mana mereka bisa mengunci target. Mereka menyadari bahwa pesawat AS tidak lagi memiliki keunggulan seperti yang dimilikinya 30 tahun lalu, jadi mungkin saatnya untuk menantangnya."
Tinggalkan komentar
Alamat email kamu tidak akan ditampilkan
Komentar (0)