El Nino: Pengaruhnya pada Musim Hujan di Indonesia
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa saat ini El Nino, fenomena pengeringan hujan, masih berlangsung cukup kuat dan diprediksi akan berakhir pada tahun 2024. Meskipun demikian, pada bulan November diprediksi sebagai awal musim hujan di berbagai wilayah Indonesia, terutama di selatan khatulistiwa yang masih mengalami kekeringan.
"Meskipun saat ini El Nino masih cukup kuat, BMKG memproyeksikan bahwa fenomena ini akan melemah dan berakhir pada awal tahun 2024," kata Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, dalam pernyataannya pada Selasa (31/10).
Menurut data BMKG, indikator-indikator yang mengukur tingkat El Nino mengalami peningkatan. Indeks Osilasi Selatan (Southern Oscillation Index/SOI) saat ini bernilai -6,7 (menunjukkan El Nino sedang), dan Indeks NINO 3.4 mencapai +1.66 (El Nino sedang).
Sebagai perbandingan, sepuluh hari sebelumnya, SOI mencapai -8,1 dan NINO 3.4 +1,50. BMKG memperkirakan bahwa peningkatan ini akan diikuti oleh musim hujan yang lebih intens, khususnya pada Januari dan Februari.
Dwikorita juga mengingatkan bahwa ketika musim hujan tiba, risiko banjir, tanah longsor, dan banjir bandang meningkat. Oleh karena itu, para pihak yang terkait perlu mengantisipasi dan mengambil tindakan yang tepat untuk mengelola situasi ini.
Fenomena El Nino telah menjadi perhatian global dalam beberapa tahun terakhir, dan dampaknya semakin terasa di Indonesia. El Nino memengaruhi pola iklim dan curah hujan di Indonesia, menyebabkan musim kemarau yang panjang dan kekeringan ekstrem di beberapa wilayah. Saat El Nino aktif, Indonesia mengalami musim kemarau yang panjang, yang mengakibatkan kekurangan pasokan air.
Selama 2020, 2021, dan 2022, Indonesia mengalami musim hujan yang tinggi karena fenomena La Nina. Namun, tahun ini, El Nino menyebabkan peningkatan kekeringan di beberapa wilayah. Selain itu, El Nino juga mempengaruhi suhu permukaan laut di Samudera Hindia, terutama di sebelah timur Afrika, yang menyebabkan peningkatan awan hujan di wilayah tersebut daripada di Indonesia, sehingga curah hujan di Indonesia menjadi minim.
Data BMKG menunjukkan bahwa wilayah dengan curah hujan masih didominasi oleh Sumatra, Kalimantan, dan Papua, meskipun Jabodetabek mulai mengalami peningkatan curah hujan, terutama di Bogor.
Pakar klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin, mengingatkan pentingnya waspada terhadap situasi ini dan mencatat bahwa cuaca ekstrem masih mungkin terjadi di beberapa lokasi.
"Meskipun cuaca ekstrem terjadi di beberapa tempat, cuaca di Pulau Jawa masih kering dan panas. Semua pihak dihimbau untuk tetap waspada terhadap penguatan El Nino," katanya.
Erma juga menyoroti pengalaman El Nino pada tahun 2015 yang lebih panjang dari yang diperkirakan, yakni 18 bulan, ketimbang perkiraan sebelumnya selama 9 bulan. Dia menegaskan bahwa efek El Nino mungkin belum terasa sepenuhnya dan perlu diwaspadai di tahun-tahun mendatang.
Tinggalkan komentar
Alamat email kamu tidak akan ditampilkan
Komentar (0)