Dampak Pendidihan Global dan Perubahan Istilah
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan bahwa dunia saat ini menghadapi era "pendidihan global" bukan lagi "pemanasan global." Hal ini mengacu pada perubahan istilah yang digunakan dalam konteks perubahan iklim.
Jokowi menjelaskan bahwa kondisi Bumi saat ini mengalami peningkatan suhu lebih dari 1,5 derajat Celsius, yang dapat memiliki dampak serius pada kehidupan manusia. Dampak dari perubahan ini mencakup kekurangan air yang diperkirakan akan dialami oleh 210 juta orang di seluruh dunia, serta potensi terpaparnya gelombang panas oleh 14 persen populasi global.
Selain itu, perubahan iklim juga dapat menyebabkan 290 juta rumah terendam banjir pesisir dan 600 juta orang mengalami malnutrisi akibat gagal panen. Jokowi menegaskan bahwa ini merupakan ancaman nyata bagi seluruh manusia.
Pernyataan mengenai "pendidihan global" sebelumnya juga telah disampaikan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres. Dia memperingatkan bahwa "era pemanasan global telah berakhir" dan "era pendidihan global telah tiba." Guterres menggarisbawahi perlunya tindakan drastis dan segera dalam menghadapi perubahan iklim.
Istilah "pendidihan global" digunakan setelah para ilmuwan mengkonfirmasi bahwa Juli 2023 merupakan bulan terpanas dalam sejarah. Data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan program pengamatan Bumi Copernicus Uni Eropa menunjukkan bahwa suhu global Juli telah mencapai rekor tertinggi dalam sejarah, yang disebabkan oleh pembakaran bahan bakar fosil.
Ilmuwan menyebut fenomena ini sebagai "insiden luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya." Selain itu, suhu lautan juga mencapai level tertinggi yang pernah tercatat tahun ini. Faktor-faktor ini menunjukkan eskalasi dalam pemanasan global dan perubahan iklim yang semakin serius.
Perubahan cuaca dan perubahan iklim menjadi masalah serius yang memerlukan tindakan global untuk memitigasi dampaknya dan mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tinggalkan komentar
Alamat email kamu tidak akan ditampilkan
Komentar (0)